Terimakasih
Untuk sepetik kisah masa lalu, kini retorikanya bergerak dengan tempo yang sama; aku di belakang, tidak menyatakan apa-apa padamu, menunggu kamu kembali menyeruak gugur dedaunan di taman Gladiator sendirian, dan setelah kamu benar-benar sendiri, aku tidak akan melangkah.
Seseorang akan mendahuluiku dan menyatakannya padamu. Seperti malam yang merindukan rembulan, tak ada yang tahu bahwa seseorang di belakangmu sedari dulu berusaha menjaga dirinya, agar tak ketahuan diam-diam sedang menatap lengkung senyum itu dari kejauhan.
Apalah arti kesendirian ini bagiku, menatapmu dari kejauhan itu menyenangkan. Dengan begitu aku bisa memastikan arti keberadaanku ini di kedua bola matamu.
Apakah dengan diamku kau akan menyadarinya?
Bahwa di antara semua orang yang berbaris menantimu, ada seseorang lagi yang sudah menancapkan perasaannya padamu. Bahkan, jauh sebelum barisan itu ada. Tapi, kau hanya tahu apa yang kaulihat.
Bukan salahmu, tapi aku.
Pada akhirnya, tak ada gunanya saling menuduh. Toh, kita tak pernah membicarakan kesalahan apa pun. Bercengkerama saja tidak, bagaimana bisa kamu dianggap bersalah? Karena itu akulah yang salah; tak bisa mengatakan apa pun padamu. Dan kini saat kau sudah sendiri (lagi), aku (masih) saja di sini: menunggu dari balik rangkaian kereta di hari Rabu.
"Setidaknya, aku belajar satu hal; penyesalan memang menyesakkan"
_Ariqy Raihan_
Seseorang akan mendahuluiku dan menyatakannya padamu. Seperti malam yang merindukan rembulan, tak ada yang tahu bahwa seseorang di belakangmu sedari dulu berusaha menjaga dirinya, agar tak ketahuan diam-diam sedang menatap lengkung senyum itu dari kejauhan.
Apalah arti kesendirian ini bagiku, menatapmu dari kejauhan itu menyenangkan. Dengan begitu aku bisa memastikan arti keberadaanku ini di kedua bola matamu.
Apakah dengan diamku kau akan menyadarinya?
Bahwa di antara semua orang yang berbaris menantimu, ada seseorang lagi yang sudah menancapkan perasaannya padamu. Bahkan, jauh sebelum barisan itu ada. Tapi, kau hanya tahu apa yang kaulihat.
Bukan salahmu, tapi aku.
Pada akhirnya, tak ada gunanya saling menuduh. Toh, kita tak pernah membicarakan kesalahan apa pun. Bercengkerama saja tidak, bagaimana bisa kamu dianggap bersalah? Karena itu akulah yang salah; tak bisa mengatakan apa pun padamu. Dan kini saat kau sudah sendiri (lagi), aku (masih) saja di sini: menunggu dari balik rangkaian kereta di hari Rabu.
"Setidaknya, aku belajar satu hal; penyesalan memang menyesakkan"
_Ariqy Raihan_

Komentar
Posting Komentar